" Kalian adalah
umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah "(Ali Imran :
110).
Allah SWT telah
menetapkan bahwa kaum muslimin adalah umat yang terbaik diantara manusia. Status
ini diberikan kepada kaum mulimin agar mereka menjadi pemimpin dan penuntun bagi
umat-umat lain. Sayyid Qutb dalam Fii Zhilalil Qur’an menafsirkan bahwa
yang layak menjadi pemimpin umat manusia hanyalah "orang-orang yang berpredikat
terbaik". Karena ingin meraih predikat umat terbaik itulah, umat Islam terdahulu
tidak pernah berhenti ataupun lemah semangatnya dalam perjuangan menyebarkan
risalah Islam ke seluruh permukaan bumi. Mereka yakin bahwa metode untuk
mewujudkan kebangkitan Islam hanyalah dengan menjadikan Islam sebagai pedoman
hidup yang lengkap. Islam dijadikan sebagai pola kehidupan yang menyeluruh. Umat
Islam percaya dan yakin bahwa hanya Islam yang mampu memecahkan seluruh urusan
manusia secara sempurna, menyeluruh, praktis dan sesuai dengan fitrah
kemanusiaan.
Namun saat ini umat
Islam berada dalam kondisi dan situasi yang lemah serta paling rendah dalam
memahami Islam. Kondisi ini telah terbukti menyebabkan segala bentuk
pemikiran-pemikiran yang merusak menyusup kedalam tubuh umat Islam. Hal inilah
yang mengakibatkan munculnya berbagai gangguan dan keresahan. Umat Islam
cenderung mudah mengabaikan hukum-hukum Islam. Akhirnya kehidupan mereka merosot
sampai ke taraf rendah. Dalam kondisi ini, umat Islam tidak memiliki peranan
lagi dalam percaturan politik internasional.
Sebenarnya tidak ada
cara lain untuk menyelamatkan umat dan membangkitkannya kembali menempati
kedudukan mulia, selain dari mengembalikan umat pada sifat yang menjadikannya
umat terbaik, yakni beriman kepada Allah SWT, melaksanakan amar ma’ruf dan
mencegah kemungkaran (nahi mungkar), sebagaimana yang diungkapkan dalam ayat
diatas.
Umat yang beriman kepada
Allah SWT, konsekuensinya adalah menjadi umat yang tunduk hanya kepada Allah
SWT. Yakni tunduk kepada ketentuan-Nya. Demikian pula umat yang melaksanakan
amar ma’ruf dan nahi mungkar berarti umat yang menegakkan tolok ukur segala
sesuatu berdasarkan ridlo dan murka Allah atau baik dan buruk menurut Allah. Hal
ini berarti kedudukan mulia sebagai umat terbaik akan bisa diraih kembali oleh
umat Islam, bila mereka mendasarkan pengaturan segala urusannya, bahkan urusan
umat manusia (lainnya) diatas perintah dan larangan Allah SWT, yang termaktub di
dalam kitabbullah dan sunah Rasul-Nya.
Berpolitik Hukumnya
Fardlu
Politik senantiasa
diperlukan oleh masyarakat manapun. Ia merupakan upaya untuk memelihara urusan
umat di dalam dan di luar negeri. Kalau kita memandang seseorang dalam sosoknya
sebagai manusia (sifat manusiawinya), ataupun sebagai individu yang hidup dalam
komunitas tertentu, maka sebenarnya ia bisa disebut sebagai seorang politikus.
Di dalam hidupnya manusia tidak pernah berhenti dan mengurusi urusannya sendiri,
urusan orang lain yang menjadi tanggung jawabnya, urusan bangsanya, ideologi dan
pemikiran-pemikirannya. Oleh karena itu setiap individu, kelompok, organisasi
ataupun negara yang memperhatikan urusan umat (dalam lingkup negara dan
wilayah-wilayah mereka) bisa disebut sebagai politikus. Kita bisa mengenali hal
ini dari tabiat aktivitasnya, kehidupan yang mereka hadapi serta tanggung
jawabnya.
Islam sebagai agama yang
juga dianut oleh mayoritas umat di Indonesia selain sebagai aqidah ruhiyah (yang
mengatur hubungan manusia dengan Rabb-nya), juga merupakan aqidah siyasiyah
(yang mengatur hubungan antara sesama manusia dan dirinya sendiri). Oleh karena
itu Islam tidak bisa dilepaskan dari aturan yang mengatur urusan masyarakat dan
negara. Islam bukanlah agama yang mengurusi ibadah mahdloh individu
saja.
Berpolitik adalah hal
yang sangat penting bagi kaum muslimin. Ini kalau kita memahami betapa
pentingnya mengurusi urusan umat agar tetap berjalan sesuai dengan syari’at
Islam. Terlebih lagi ‘memikirkan/memperhatikan urusan umat Islam’ hukumnya
fardlu (wajib)sebagaimana Rasulullah bersabda :
"Barangsiapa di pagi
hari perhatiannya kepada selain Allah, maka Allah akan berlepas dari orang itu.
Dan barangsiapa di pagi hari tidak memperhatikan kepentingan kaum muslimin maka
ia tidak termasuk golongan mereka (kaum muslimin)".
Oleh karena itu
setiap saat kaum muslimin harus senantiasa memikirkan urusan umat, termasuk
menjaga agar seluruh urusan ini terlaksana sesuai dengan hukum syari’at Islam.
Sebab umat Islam telah diperintahkan untuk berhukum (dalam urusan apapun) kepada
apa yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, yakni Risalah Islam yang dibawa
oleh
Nabi Muhammad
SAW.
Firman Allah SWT:
"….maka putuskanlah
(perkara) mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu….."
(Al-Maidah : 48)
"…Barangsiapa yang tidak
memutuskan (perkara) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang kafir ". (Al-Maidah :44)
Dua ayat di atas dan
beberapa ayat lain yang senada, seperti surat Al-Maidah ayat 44,45, 47 dan 49
serta An-Nisaa’ ayat 65 menjelaskan bahwa kaum muslimin harus (wajib)
mendasarkan segala keputusan tentang urusan apapun kepada ketentuan Allah, yakni
hukum syari’at Islam.
Terlaksananya urusan
umat sesuai dengan hukum syari’at Islam tidak hanya meliputi urusan dalam
negerinya saja, melainkan juga urusan luar negeri. Hal ini karena kaum muslimin
juga melakukan interaksi dengan negara-negara lain, yang dalam setiap
pelaksanaannya harus selalu terikat dengan syari’at Islam.
Bentuk kepedulian kaum
muslimin dengan segala urusan umat ini bisa berarti mengurusi kepentingan dan
kemaslahatan mereka, mengetahui apa yang diberlakukan penguasa terhadap rakyat,
mengingkari kejahatan dan kezholiman penguasa, peduli terhadap kepentingan dan
persoalan umat, menasehati pemimpin yang lalim, mendongkrak otoritas penguasa
yang melanggar syari’at Islam, serta membeberkan makar-makar jahat negara-negara
musuh serta hal-hal lain yang berkenaan dengan urusan
umat.
Berpolitik Untuk Urusan
Dalam dan Luar Negeri
Banyak urusan rakyat
yang harus diperhatikan oleh kaum muslimin. Baik urusan pelaksanaan syariat
Islam di dalam negeri ataupun yang menyangkut urusan luar
negeri.
Di dalam negeri, kaum
muslimin harus memperhatikan, apakah urusan umat dapat terpelihara dengan baik
oleh negara. Mulai dari penerapan hukum pemerintahan, ekonomi, kesehatan,
pendidikan, keamanan, aturan interaksi antar individu pria dan wanita serta
seluruh kepentingan umat lainnya. Dengan demikian memperhatikan politik dalam
negeri ini berarti menyibukkan diri dengan urusan-urusan kaum muslimin secara
umum. Yaitu memperhatikan kondisi kaum muslimin dari segi peranan pemerintah dan
penguasa terhadap mereka. Sudahkah pemimpin kaum muslimin (penguasa)
melaksanakan langsung tanggung jawab terhadap rakyatnya, yang telah dibebankan
Allah? Apakah seluruh urusan rakyat telah terpenuhi sesuai dengan hukum
syara?
Aktivitas-aktivitas ini
merupakan persoalan yang penting dan telah diwajibkan Allah SWT kepada umat
Islam. Dengan demikian haram hukumnya bila kaum muslimun
meninggalkannya.
Selain dari aktivitas
politik dalam negeri, umat Islam juga harus menyibukkan diri dalam politik luar
negeri. Hal ini dilakukan dalam rangka mengetahui strategi makar (tipu daya)
negara-negara kafir terhadap kaum muslimin. Tindakan selanjutnya adalah
membeberkan makar tersebut agar kaum muslimin waspada dan mampu menolak
ancamannya. Di samping itu politik luar negeri ditegakkan dalam rangka
menyebarkan da’wah Islam kepada seluruh umat manusia di bumi ini. Ini sudah
menjadi kewajiban kaum muslimin. Sebab Islam diturunkan untuk seluruh
manusia.
Oleh karena itu
kewajiban berpolitik bersifat mutlak, baik berupa politik dalam negeri ataupun
luar negeri. Pentingnya politik luar negeri ini karena aktivitas penguasa
bersama negar-negara lain adalah bagian dari politik. Maka salah satu aktivitas
politik luar negeri adalah mengoreksi aktivitas penguasa yang berkaitan dengan
negara-negara lain.
Bila kita telaah secara
mendalam aktivitas-aktivitas kenegaraan, maka pemeliharaan kepentingan umat yang
dilakukan oleh negara (pemerintahan serta hubungan luar negeri) hukumnya wajib.
Namun di sisi lain kaum muslimin harus pula mengetahui kebijakan-kebijakan
negara ini. Karena bagaimana mungkin kaum muslimin bisa menyibukkan diri dalam
berpolitik di dalam negeri yaitu mengoreksi tindakan-tindakan yang dilakukan
penguasa, tanpa mengetahui berbagai kebijakan yang mereka lakukan. Bila kaum
muslimin tidak mengetahui esensi tindakan penguasa ini, mereka akan menemui
kesulitan dalam mengoreksi tindakan-tindakannya, dengan demikian menelaah secara
mendalam aktivitas-aktivitas kenegaraan termasuk suatu hal yang wajib,
sebagaimana wajibnya berpolitik itu sendiri.
Aktivitas menasehati dan
mengoreksi tindakan penguasa (bila penguasa lalai dari penerapan hukum Islam)
merupakan aktivitas penting yang harus dilakukan umat. Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, ia berkata :
"Aku mendatangi Nabi
SAW, lalu aku berkata : "Aku membai’atmu berdasarkan Islam Maka beliau
mensyaratkan agar aku memberi nasehat kepada semua
muslim"
lafazh (nasehat),
berbentuk umum, termasuk di dalamnya adalah menolak tindakan lalim penguasa dan
kelaliman musuh Islam terhadap kaum muslimin. Hal ini diartikan dengan
menyibukkan diri dengan berpolitik di dalam negeri, dalam rangka mengetahui
kebijakan yang dilakukan penguasa terhadap rakyatnya dan juga dalam rangka
mengoreksi tindakan-tindakan mereka.
Sebagai contoh, ketika
kaum pemimpin muslimin (penguasa Daulah Islamiyah) lalai dalam menerapkan hukum
Islam atau mengeluarkan kebijakan negara yang bertentangan dengan syari’at
Islam, maka rakyat berkewajiban untuk menasehatinya. Dalam sebuah hadits,
Rasulullah SAW bersabda :
" Penghulu syuhada’
adalah Hamzah dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa yang lalim lalu
menasehatinya, kemudian Ia di bunuh".
Dari Abi Umamah, ia
berkata :
" Ada seseorang yang
datang menghadap kepada Rasulullah, jihad apakah yang paling baik? Beliau
mendiamkannya. Ketika beliau melempar jumrah kedua, dia bertanya kembali kepada
beliau, namun beliau pun tetap tidak menjawabnya. Maka pada saat melempar jumrah
aqabah, dimana beliau (ketika itu) sudah memasukan kaki beliau keatas pelana
(kuda) untuk menaikinya, beliau saw bertanya :’Mana orang yang bertanya tadi ?’
Dia menjawab : ‘Saya, Ya Rasulullah.’ Beliau kemudian bersabda : ‘ Adalah
kata-kata yang hak (kalimatu haqqin), yang diucapkan dihadapkan seorang penguasa
yang zalim." (Ibnu Majah)
Menasehati penguasa yang
lalim memang membutuhkan keberanian dan pengorbanan yang tinggi. Namun imbalan
yang dijanjikan Allah SWT sangatlah besar. Bagi seorang muslim yang meyakini
sepenuhnya bahwa hanya Allahlah satu-satunya tempat kembali, maka ia pun akan
senantiasa berusaha dan berjuang untuk meraih kemuliaan ini.
Da’wah dan
Politik
Bila kemudian kita
kembalikan kepada tanggung jawab umat yang harus mengemban da’wah Islam
keseluruh dunia, maka aktivitas da’wah ini tidak akan bisa dilakukan dengan
mudah kecuali bila umat memahami politik pemerintahan negeri-negeri tersebut,
yaitu politik pemerintahan negara yang berkuasa (yang rakyatnya mereka da’wahi).
Mengemban da’wah adalah fardlu. Dalam hal ini seseorang tidak akan berhasil
kecuali dengan memahami masalah politik secara keseluruhan (dalam dan luar
negeri), maka memahami masalah politik adalah fardlu pula bagi kaum muslimin.
Sebagaimana kaidah sya’ra menyebutkan :
"apabila suatu kewajiban
tidak terlaksana dengan sempurna kecuali dengan suatu perbuatan, maka perbuatan
tersebut hukumnya adalah wajib"
Dengan demikian
ketika kaum muslimin mendapat tanggung jawab mengemban da’wah Islam kepada
seluruh manusia, maka menjadi kewajiban bagi kaum muslimin untuk selalu
mengikuti perkembangan dunia dengan kesadaran penuh, memahami masalah-masalah
dan berbagai kondisinya, mengenali kecenderungan negara dan rakyatnya, mengikuti
aktivitas perpolitikan yang terjadi di dunia (internasional), memperhatikan
rencana politik negara-negara mengenai strategi penerapan politik dan tata car
hubungan antara sebagian negara dengan negara lainnya, termasuk manuver-manuver
politik yang akan dilakukan suatu negara. Mereka (kaum muslimin) harus memahami
percaturan politik dunia Islam dalam konstalasi percaturan politik
internasional. Semua ini dilakukan agar kaum muslimin mudah untuk menetapkan
cara-cara menegakkan, memapankan dan mempertahankan eksistensi negara mereka di
tengah-tengah posisi internasional di dunia ini. Dengan demikian kaum muslimin
akan dapat mengemban da’wah keseluruh penjuru bumi.
Bagaimana Dengan Kaum
Muslimin Saat Ini ?
Pada kondisi seperti
sekarang ini, kaum muslimin masih belum menyandarkan seluruh pengaturan
kehidupannya dengan hukum-hukum yang diturunkan oleh allah SWT kepada mereka.
Secara umum umat Islam (termasuk di Indonesia) belum menjadikan Islam sebagai
pandangan hidupnya. Yaitu menjadikan aqidah Islam sebagai landasan seluruh
pengaturan urusan kehidupannya. Pandangan hidup yang diajarkan aqidah Islam
adalah halal dan haram. Sedangkan metode operasional (untuk merealisasikan
pandangan halal-haram tersebut) adalah dengan membangun keterikatan terhada um
syara’. Maka pandangan tersebut selalu memandang kehidupan dengan standar halal
dan haram. Apa saja yang yang halal, baik persoalan tersebut wajib, mandub
(sunah), maupun mubah, akan diambil tanpa ragu-ragu. Sesuatu yang makruh, akan
diambil dengan rasa khawatir. Sedangkan yang haram, tidak akan diambil sama
sekali.
Bila kita perhatikan
saat ini aqidah Islam belum diambil dan dimiliki oleh kaum muslimin sebagai
aqidah siyasiyah meskipun tetap dimiliki sebagai aqidah ruhuyah. Sehingga
pandangan hidup yang dibentuk oleh aqidah tersebut tidak pernah diwujudkan dalam
realitas kehidupan, sekalipun masih ada pada individu-individu
muslim.
Upaya untuk
membangkitkan umat dan mengembalikan kaum muslimin sehingga mampu meraih
kemuliaannya kembali sebagaimana yang ditetapkan oleh Allah SWT., tidak lain
hanyalah dengan menyadarkan kaum muslimin bahwa Islam adalah aqidah ruhiyah dan
siyasiyah. Kesadaran ini harus ditanamkan sampai benar-benar membekas dalam arti
berpengaruh langsung terhadap kehidupannya. Mereka harus senantiasa mengkaitkan
aqidah tersebut dengan pemikiran-pemikiran tentang keduniaan, termasuk
pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan pemeliharaan persoalan dunia. Mereka
harus mengkaitkan keimanan kepada Allah dengan keimanan kepada Al Qur’an dan
segala isinya. Mereka pun harus memperdalam makna keimanan kepada Al-qur’an yang
diturunkan Allah SWT bagi seluruh umat manusia diakhir zaman
ini.
Mereka harus mengkaitkan
keimanan kepada Al-Qur’an dengan keimanan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
pembawa Al-Qur’an. Demikian pula keimanan kepada sunnahnya. Kemudian setelah
itu, beralih kepada upaya untuk merubah pandangan hidup mereka dengan suatu
pandangan hidup yang dibangun di atas aqidah tersebut. Hal ini berarti
beralihnya standar kehidupan kepada halal dan haram, bukan azas manfaat ataupun
yang lainnya. Selanjutnya berupaya untuk mengatur seluruh aspek kehidupannya di
dunia ini sesuai dengan standar halal haram tersebut.
Demikian kerangka
pandang politik didalam Islam. Standar ini bersifat tetap dan pasti yang berlaku
bagi kaum muslimin sampai hari kiamat nanti. Oleh karena itu menjadi suatu
keharusan bagi suatu kaum muslimin untuk menjadikan aqidah Islam sebagi cara
pandang untuk memelihara dan mengurusi segala urusan hidupnya. Kesadaran inilah
yang harus ditumbuhkan pada kaum muslimin saat ini. Bahkan menjadi suatu hal
yang ‘amat penting’, mengingat bila kaum muslimin meninggalkan persoalan ini,
maka mereka akan berdosa. Sebagaimana dosa-dosa mereka karena meninggalkan
kewajiban yang lain.
Selain kewajiban bagi
setiap individu muslim untuk memili adaran politik yang berlandaskan Islam,
secara syar’I kaum mulimin juga diperintahkan untuk mewujudkan kelompok (dalam
hal ini adalah Kutlah Siyasi) yang mengemban dakwah Islam dan beraktivitas untuk
melangsungkan kembali kehidupan Islam.
Allah SWT berfirman
:
"Dan hendaklah ada
diantara kalian sekelompok umat yang mengajak kepada kebaikan dan menyeru kepada
kema’rufan serta mencegah dari kemungkaran,. Dan merekalah orang-orang yang
beruntung". (QS : Ali Iran :104)
Dengan dalil ini berarti
Allah SWT telah memfardlukan kaum muslimin agar bergabung dalam Kutlah siyasi
yang mengemban dakwah Islam, dan beraktivitas untuk melangsungkan kembali
kehidupan Islam (isti’nafil hayah al Islamiyah). Di dalam ayat tersebut,Allah
SWT telah menjelaskan metode yang seharusnya dilakukan oleh kaum muslimin dalam
mengemban dakwah Islam, yaitu amar ma’ruf nahi mungkar.
Mengambil pengaturan
urusan kaum muslimin dengan selain aturan yang diturunkan Allah merupakan
kemungkaran yang telah jelas. Sedangkan mewujudkan pengaturan urusan kaum
muslimin dengan aturan yang diturunkan Allah SWT merupakan amar ma’ruf yang
lebih agung. Oleh karena itu menjadi suatu kewajiban bagi kaum muslimin agar
mereka melaksanakan kaum muslimin.
Apa lagi, yang bisa
dilakukan kaum muslimin kini selain dari kembali kepada kesadaran politik dengan
perspektif (kerangka pandang) yang sesungguhnya kemudian berupaya mewujudkan
kelompok-kelompok (ahjab siyasiyah) yang mengemban dakwah Islam dan beraktivitas
untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam ? Demikian bila kaum muslimin mau
kembali pada makna politik yang sesungguhnnya.
Wallahu a’lam
bisshowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar