Sebagai Bangsa dengan penduduk muslim terbesar di dunia, memasuki bulan
Rabiul Awal 1434H, kita diingatkan kembali untuk belajar dari sejarah
perjalanan Perjuangan gerakan politik dakwah Rasulullah Muhammad SAW,
dalam mengubah pondasi dasar kehidupan masyarakat yang penuh kemusyrikan
dan perilaku jahiliyah saat itu, menjadi masyarakat yang mendapat
hidayah Allah SWT dan penuh berkah, menjadi masyarakat madani yang
senantiasa berada dalam naungan rido Allah SWT.
Gerakan
dakwah
politik Rasulullah SAW adalah sebaik-baiknya teladan bagi umat manusia.
Dalam kampanye dakwahnya, beliau senantiasa mengajak umatnya dengan
cara lembut, sopan, bijaksana, kasih sayang, dan penuh keteladanan,
ketelatenan dalam merespons isu-isu yang berkembang dengan konsep
tabayyun, cek and ricek terkait informasi yang bersumber dari
berita-berita yang belum jelas terbukti faktanya. Karena sejatinya
dakwah, kampanye program perubahan untuk kemaslahatan bersama, adalah
menyeru dan mengajak umat manusia untuk menjadi lebih baik. Bukan
menakut-nakuti mereka dengan berbagai ancaman, saling menyebar isu
fitnah untuk menyalahkan orang lain. Dalam Alquran, Allah SWT
memberikan tuntunan berdakwah atau berkampanye program kebaikan dengan
tiga cara, yakni bil hikmah, mau’izhotil hasanah wa
jaadilhum billati hiya ahsan.
Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bertukar fikiranlah/berargumentasilah dengan cara yang baik…” (QS
An-Nahl: 125).
Basis Gerakan Rasulullah
Kepemimpinan
politik Rasulullah Muhammad SAW senantiasa
digerakkan atas dasar nilai-nilai keimanan berbasis tauhid. Rasulullah
SAW tidak melakukan gerakan politik penyadaran masyarakat, jihad,
perjanjian damai, penegakan nilai-nilai dan etika kehidupan, kecuali
dengan dasar iman yang menjadi penggerak utama perbuatannya, iman yang
menjadi tema sentral dari ajaran yang diembannya. Gerakan politik dakwah
Rasulullah senantiasa dimonitoring dan bergerak berdasar tuntunan wahyu
Alquran dalam menjalankan kepemimpinannya.
Abbas
Aqqad sejarawan Islam berkata,
“Sesungguhnya gerakan dakwah Nabi Muhammad SAW adalah gerakan politik
agung, invasinya adalah invasi keimanan dan kekuatan Muhammad adalah
kekuatan iman. Muhammad SAW tidak goyah dalam menanamkan nilai-nilai
keimanan yang mengesakan Allah SWT, meski godaan-godaan duniawi datang
menghampirinya, fitnah duniawi yang tidak akan pernah ditemukan di mana
pun dan kepada siapa pun kecuali Rasulullah SAW.
Sosok Politisi Anti Suap dan Anti Korupsi
Dikisahkan
dalam
sirah Rasulullah,suatu hari Beliau didatangi Atabah bin Rabiah, pemuka
kaum Quraisy, di hari-hari pertama dakwah Islam menyinari sudut-sudut
kota Mekah. Atabah dengan lembut dan penuh kesopanan menggoda Rasulullah
SAW dengan godaan-godaan duniawi supaya ia meninggalkan tugas sucinya
setelah mereka putus asa mengintimidasinya.
“Wahai
putra saudaraku! Jika engkau menginginkan harta dari perkara (Islam)
yang engkau datangkan, kami siap mengumpulkan untukmu dari harta-harta
kami sehingga Anda menjadi orang yang terkaya di negeri ini, dan jika
Anda ingin kemuliaan, kami pun siap menobatkan
Anda tuan terhadap kami sehingga kami tidak memutuskan sebuah perkara
kecuali denganmu, dan jika Anda ingin kekuasaan, kami juga siap
mengukuhkanmu sebagai raja kami, dan jika yang mendatangimu itu pengaruh
jin yang sulit ditepis, kami akan mencari obatnya dan menafkahkan harta
kami demi kesembuhanmu.”
Rasulullah SAW menjawab, Dengan membacakan Q.S Fussilat [41]: 2-4,
“Alquran
ini, diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab
yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan
dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita
gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling,
tidak mau mendengarkan.
Muhammad
SAW memberikan jawaban kuat penuh keyakinan tidak terbantahkan, tetap
istiqomah untuk berjuang menegakkan nilai-nilai kebenaran Islam, guna
memperbaiki tata kehidupan masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat
berperadaban dengan berazaskan nilai-nilai tauhid. Mustahil bagi
Rasulullah SAW meninggalkan misi kenabian suci ini hanya dengan fitnah
duniawi, bujuk rayu , suap kemewahan, kenikmatan dan kekuasaan duniawi
yang sangat murah.
Sosok Pemimpin Sejati, Visioner, yang Melayani dan Merakyat
Sangatlah
penting untuk membuka kembali lembaran sejarah Nabi Muhammad SAW serta
mencontoh keteladanannya dalam mengelola kepemimpinan umat dalam
menciptakan kebaikan kualitatif maupun kuantitatif. Apalagi bagi umat
Islam, Muhammad SAW, bukan sekadar cermin teladan (uswah hasanah) dalam
masalah rohani, melainkan juga contoh ideal seorang pemimpin duniawi.
Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, tidak sebatas urusan agama, akan tetapi
beliau juga pemimpin negara yang mempunyai wilayah kekuasaan, rakyat,
dan sistim ketatanegaraan.
Ali
Syariati menggambarkan sosok, karakter, dan perilaku Nabi dalam
tulisannya yang berjudul A Visage of Prophet Muhammad. Sosok Nabi
sebagai pemimpin militer : “Tidak ada pemimpin militer, sehubungan
dengan operasi militernya sendiri, yang mampu melibatkan dirinya dalam
perang sebanyak itu (64 atau 65 kali), dalam sepuluh tahun
kepemimpinannya di bidang sosial dan politik. Nabi Muhammad SAW bukan
hanya sebagai pemimpin militer belaka., tetapi juga, Nabi dan Rasul yang
memperlihatkan kualitas
kemanusiaannya yang sangat terpuji.
Tidak
dilupakan, misalnya, sebagai pemimpin yang mampu menandingi bahkan
meruntuhkan sejumlah kekaisaran besar pada zamannya, Nabi berkenan
menerima seorang wanita yang selama sekira satu jam mengadukan masalah
rumah tangganya. Juga sekali waktu, sepulang berperang, Nabi turun dari
kudanya dan menemui seorang buruh kecil yang terkucil. Diciumnya tangan
sang buruh yang kasar itu, serta menjelaskan tangan yang kelelahan
mencari nafkah untuk kebaikan keluarganya ini diharamkan tersentuh api
neraka.
Marshal
G Hodgson, peneliti barat tentang dunia Islam dalam tulisannya yang
bertajuk The Venture of Islam mengungkapkan, “Masyarakat Muhammad SAW,
terdiri dari kaum muslim dan nonmuslim yang sangat heterogen dalam
berbagai ragam karakter dan kebiasaan adat istiadat. Komunitas
masyarakat binaan Muhammad SAW, terdiri dari berbagai unsur heterogen
yang diorganisasi secara lebih baik dibandingkan sistem organisasi
masyarakat Makkah, baik secara religius maupun politik.’’
Struktur
politik
yang dibangun Muhammad, merupakan bangunan yang kini dikenal dengan
sebutan negara, seperti negara-negara lain yang ada di sekeliling
Jazirah Arab, lengkap dengan otoritas tata pemerintahan yang berdasarkan
aturan hukum yang disepakati dalam bentuk piagam madinah. Dalam praktek
kenegaraan yang dijabarkan oleh Nabi adalah membangun negara Madinah
dan pemerintahannya.
Di
akhir hayatnya Rasululullah sempat berpesan untuk senantiasa
mendahulukan kepentingan rakyatnya, ummatii, ummatii dan mewariskan dua
tuntunan hidup utama ummat Islam yaitu Alquran dan Assunnah, sebelum
mengakhiri kepemimpinannya.
Kemudian estafet kepemimpinannya dilanjutkan secara alamiah oleh
kader-kader pemimpin penerus beliau, yaitu empat khalifah yang terkenal
(Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali) yang dikenal dengan panggilan
Khulafaurrasyidin (pemimpin yang cerdas dan mendapat petunjuk), yang
mampu menyebarkan ajaran agama tauhid ke penjuru dunia dan membuktikan
Islam sebagai agama rahmatan lil alamiin.
Penutup
Demikianlah,
sejatinya Islam adalah agama yang sempurna termasuk
sistim politik dan ketatanegaraan, yang perlu dikaji dan dipahami para
politisi negeri ini. Akhirnya menjelang dan menghadapi politik 2014 ini,
mari semua berintrospeksi diri dan mencermati peringatan yang
disabdakan Rasulullah Muhammad SAW :
“Akan
datang sesudahku penguasa-penguasa/pemimpin-pemimpin yang memerintahmu.
Di atas mimbar mereka memberi petunjuk dan ajaran dengan bijaksana,
tetapi bila telah turun mimbar mereka melakukan tipu daya dan pencurian.
Hati mereka lebih busuk dari bangkai. (HR Ath-Thabrani)
Semoga
peringatan maulid Nabi Muhammad SAW tahun ini dapat memberikan hikmah
keteladanan berpolitik, dan dapat dicontoh para politisi yang akan
berjuang serta para pendukung parpol atau politisi dalam melaksanakan
aktivitas politiknya. Sehingga bisa menjadi tuntunan sekaligus penyejuk
suhu panas perpolitikan menjelang pesta akbar demokrasi 9 April 2014
yang akan datang. (*)
Penulis adalah akademisi Untirta, sekretaris MUI Banten
Tidak ada komentar:
Posting Komentar